Andai Saya Tokoh dalam Cerita

By Robin Wijaya - Februari 16, 2011

Kapan terakhir kalinya saya menikmati dinner dengan seorang perempuan (berdua saja)?

Lupa.

Kapan pastinya? Saya… lupa.

Kalau tidak salah, sudah setahun belakangan saya tidak menikmati yang namanya gariah duduk berdua berhadap-hadapan dengan seorang perempuan di sebuah meja sambil menikmati makanan (jangan bayangkan adegan romantis. Sungguh, saya tidak romantis sebenernya).

Tapi malam ini, saya menikmati sensasi tersebut.

Saya merasakan kembali gairah saat harus menunggu seorang perempuan berjam-jam lamanya – bahkan harus membunuh waktu dengan cara yang tidak enak sekalipun, demi untuk bertemu dengannya.

Menunggunya di tempat kami bertemu, melihatnya berjalan mendekat, bertegur sapa, lalu kami pergi berdua untuk makan.

Sungguh… (speechless).

Makan dan ngobrol berdua. Akhirnya saya merasakan ketar-ketirnya memilih topik obrolan, bahkan kehabisan ide di tengah-tengah pembicaraan. Tawa canggung yang sungguh terkesan dibuat-buat dan jaim. Atau juga, pertanyaan bodoh dan thousands way of boy impress the girl seperti; terus nyokap sekarang gimana? Kuliahnya asik? Dosennya baik nggak? Mau makan lagi atau jalan kemana nih kita sekarang?

Damn.


Cupu banget.

Perjalanan pulang juga jadi moment yang tak kalah alay nya. Kami sengaja berjalan lebih lambat dari biasanya (berharap lebih lama sampai ke rumah sebenernya). “Malam ini suasananya enak ya.” Kata dia <---- obrolan basi dua orang yang lagi canggung di tengah-tengah pedekate. Sampai di perempatan blok. Kami berhenti, ngobrol sejenak disana. Tertawa kecil. 5 menit, 10 menit. Akh, lupa berapa menit tepatnya. Sampai akhirnya benar-benar berpisah. Dia kembali ke rumah, saya pun pulang. Hening. Tak ada suara mengisi malam. Ditambah gerimis yang mulai turun. Sejenak… saya… HILANG. Terbawa dalam bayang-bayang yang biasa terurai dalam kata. Bego!!!! Ini kok suasananya kayak ada di novel-novel ya.


Tiba-tiba saya membayangkan hal yang demikian.

Ini seperti… jatuh cinta yang dialami para tokoh-tokoh yang saya buat dalam tulisan-tulisan saya.

Setting, suasana sekitar, obrolan kami. Dan, saya jadi menginginkannya. Membayangkan apa yang saya alami barusan adalah sebuah kisah yang dilantunkan dalam barisan kalimat. Sebuah bagian dari kisah yang saya tuturkan.
Dan ternyata… itu indah.

Pernah membayangkan anda ada dalam bagian novel anda? Anda masuk sebagai seorang tokoh dalam cerpen anda? Atau anda, adalah dia yang bertutur dalam puisi anda sendiri?

Seperti itu saya merasakannya.

Entah…

Begitukah cara cinta memainkan perannya?

Atau… selama setahun lebih tanpa pasangan – dan saya menikmati waktu-waktu saya untuk menulis, sehingga membuat tak ada batasan antara real dan surreal.

Mungkin, saya terseret dalam tulisan-tulisan saya sendiri.

Atau… tulisan saya terlalu memengaruhi saya (tanpa ada objek nyata yang menemani saya selama ini).


Sebuah Curhat absurd

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar