Pagi terlalu nyata. Ketika kita terjaga, rasa menguap tanpa jejak. Menanggalkan cinta disana, di mimpi saja.
Aku sebut ini 'jatuh cinta'.
Kata apa lagi yang pantas aku pilihkan untuk sebuah perasaan?
Kali pertama aku merasa ada gemuruh yang tak reda, aku tahu kalau kau telah menautkan sesuatu yang begitu sulit diingkari.
Kalau pun ini disebut takdir. Begitu kah cara Tuhan mempertemukan kau dan aku dalam sebuah kebetulan?
Meski sebenarnya aku tak pernah berharap kebetulan yang seperti ini. Atau malah kemudian, aku yang tak mampu berpaling.
Lalu hanya ada kita dan waktu yang berdetak cepat.
Nama, sesuatu yang disuka, pekerjaan, dan alamat hanya lah kata yang digulirkan demi mengulur kebersamaan yang lebih lama.
Ya, aku tahu, aku sadar, aku tak mau kau cepat pergi dariku.
Kalau kita masih bisa duduk bersama berhadapan dan mengobrolkan banyak hal. Itu berarti aku masih punya kesempatan untuk mengagumimu lebih lama lagi.
Hingga malam meredakan hari dan terang.
Mengantarkan kita pada batas yang tak pernah kita duga.
Aku cuma mengikuti naluri. Menyesap cinta yang tak pernah kukira demikian indah.
Kita larut. Kita luruh. Dan lelap.
Dan...
Pagimu hadir begitu nyata.
Melenyapkan gelap dan mimpi-mimpi semalam.
Aku meraba. Mencari sesuatu yang kujaga sejak semalam.
Tapi tak pernah ada.
Di setiap sudut yang kulihat, hanya ada kekosongan dan sisa-sisa cinta yang tak bisa kupegang.
Kemana kah?
Karena aku pikir. Semalam aku menemuimu disini.
Tapi semua yang kulihat tetaplah sama.
Aku duduk. Sendiri. Bahkan tempat ini begitu dingin, seolah tak pernah kau singgahi.
Kau hilang. Bahkan jejakmu menguap bersama angin.
Atau sebenarnya, aku memang tak pernah benar-benar bersamamu?
Tulisan di atas Pasir - deluxe edition. Silahkan order via inbox facebook.
By Robin Wijaya - Juli 01, 2011
Hari pernah bercerita
Di ujung senja sekalipun, cintaku tak pernah habis
Malam pernah berbagi rahasia
Kalaupun fajar hadir lebih awal, cintaku tak pernah habis
Cinta, tak bisa dipotong oleh masa, meskipun waktu berkuasa
Ijinkan aku mencintaimu (lagi)
Kali ini, saat ini, di tempat ini
Mungkin ini adalah salah satu novel yang saya tunggu-tun ggu tanggal terbitnya di tahun 2011. Selain karena penasaran dengan ceritanya, sebagai juara 1 event menulis roman yang diadakan oleh Gagas Media, saya rasa sangat pantas untuk dibaca. Jadi begitu novel ini terbit, saya tidak ragu-ragu untuk pesan langsung ke penulisnya – yang kebetulan berbaik hati mau berbagi novel cuma-cuma. Thank you, Wulan :)
Cinta seringkali menumpulkan logika. Begitulah yang terjadi pada Bintang. Perasaan sayang yang begitu dalam membuatnya rela melakukan apapun bahkan menerima perlakuan Noval yang seringkali menyakitkan fisik maupun hatinya. Tapi Bintang sadar ia tidak bisa berlalu dari lelaki itu. Bahkan hingga saat-saat dimana ia merasa, hubungannya bersama Noval telah melangkah terlalu jauh.
Berpikir untuk menyelesaikan semua yang sudah terlanjur salah. Bintang memilih pergi. Tapi, benarkah hatinya juga berkata sama?
Novel karya Wulan Dewatra ini terbilang unik dengan alur yang digulirkan maju dan mundur dengan kilasan flash back masa SMA Bintang. Agak membingungkan memang di awal cerita, tapi jangan buru-buru berhenti dulu. Nikmati kisahnya sampai selesai, baru deh ‘ngerti’ semuanya begitu cerita selesai. Potongan-potongan kenangan Bintang bersama seseorang yang membuatnya jatuh cinta, sempat membuat saya merasa miris. Ya, cinta yang diuraikan ternyata cinta antara perempuan dan perempuan. Sengaja tidak diurai di sinopsisnya ya, biar penasaran, dan baca bukunya deh.
Sebagai juara 1 lomba menulis roman, novel ini sungguh sangat tidak cengeng (Catat! Kisah cinta-cintaan, nggak harus selalu tangis-tangisan ya). Mungkin karena karakter si tokoh yang begitu kuat dan penuturan cinta yang tidak biasa yang membuat novel ini pantas disebut JUARA :)