AMRI
“Perselisihan ini tidak akan pernah selesai. Dan aku tahu,
kami akan selalu hidup dalam bayang-bayang pertikaian.
Seperti cerita turun-temurun yang diwariskan
dari generasi-generasi sebelum kami.”
CHANDRA
“Menjadi dewasa mengajarkan gue kalau hidup itu nggak pernah
jadi lebih mudah. Lo harus siap menghadapi segala hal
yang sama sekali nggak menyenangkan.”
BIMA
“Saya berkutat dalam masalah mereka yang membenci perbedaan.
Saya tidak sedang berusaha mencari kesamaan atau membuat
persamaan agar kita bisa saling menerima.
Saya berusaha hidup di antara itu semua.
Hidup di antara perbedaan.”
VERSUS adalah kisah persahabatan tiga orang lelaki.
Tiga orang muda yang punya sudut pandang dan prinsip masing-masing.
Mereka berbicara tentang semangat anak muda, Indonesia,
juga tentang cinta dari sudut pandang masing-masing.
Terlepas kamu siapa..., Dengarkanlah baik-baik
karena mereka akan mulai bercerita.
Tentang perbedaan, kebersamaan, dan pemikiran yang satu.
“Perselisihan ini tidak akan pernah selesai. Dan aku tahu,
kami akan selalu hidup dalam bayang-bayang pertikaian.
Seperti cerita turun-temurun yang diwariskan
dari generasi-generasi sebelum kami.”
CHANDRA
“Menjadi dewasa mengajarkan gue kalau hidup itu nggak pernah
jadi lebih mudah. Lo harus siap menghadapi segala hal
yang sama sekali nggak menyenangkan.”
BIMA
“Saya berkutat dalam masalah mereka yang membenci perbedaan.
Saya tidak sedang berusaha mencari kesamaan atau membuat
persamaan agar kita bisa saling menerima.
Saya berusaha hidup di antara itu semua.
Hidup di antara perbedaan.”
VERSUS adalah kisah persahabatan tiga orang lelaki.
Tiga orang muda yang punya sudut pandang dan prinsip masing-masing.
Mereka berbicara tentang semangat anak muda, Indonesia,
juga tentang cinta dari sudut pandang masing-masing.
Terlepas kamu siapa..., Dengarkanlah baik-baik
karena mereka akan mulai bercerita.
Tentang perbedaan, kebersamaan, dan pemikiran yang satu.
Seperti yang pernah saya ceritakan, kalau VERSUS agak berbeda dari novel-novel saya sebelumnya. VERSUS adalah sebuah cerita tentang persahabatan, rasa persaudaraan, kebersamaan, idealisme dan mimpi. Isu bullying juga problematika kehidupan di Indonesia (khususnya Jakarta di era 90-an) akan jadi sorotan dalam novel ini. Amri, Chandra dan Bima akan berbagi kisah mereka untuk teman-teman. Mari dengarkan, apa yang akan mereka ceritakan.
pre-order akan segera dibuka setelah bukunya naik cetak. Untuk sekarang saya belum tahu berapa harga bukunya dan kapan mulai bisa dipesan. Saya akan informasikan menyusul. Selamat menunggu...
Earl C. Willer menyampaikan kisah tentang dua orang pria yang bermain sejak kanak-kanak sehingga menjadi sahabat karib. Walaupun Jim sedikit lebih tua daripada Phillip dan sering mengambil peran sebagai pemimpin, mereka mengerjakan segalanya bersama-sama. Mereka bahkan ke SMU dan perguruan tinggi yang sama.
Sesudah lulus kuliah, mereka memutuskan untuk masuk menjadi marinir. Melalui serangkaian keadaan yang unik, mereka berdua akhirnya dikirim ke Jerman. Di sana mereka berjuang bahu membahu dalam salah satu perang terburuk dalam sejarah.
Pada suatu hari yang panas terik selama suatu pertempuran yang sengit, di tengah tembak-menembak yang gencar, pengeboman, dan dalam keadaan terjepit, mereka diberi perintah untuk mundur. Sementara para prajurit berlarian mundur, Jim menyadari bahwa Philip belum kembali bersama yang lain. Perasaan panik mencengkeram hatinya. Jim tahu bahwa jika Philip tidak segera kembali, maka ia pasti tidak akan selamat.
Jim memohon kepada perwira komandannya agar ia diizinkan pergi mencari sahabatnya, tetapi dengan marah, komandannya menolak permintaan itu, dan mengatakan tindakan itu sama saja dengan bunuh diri.
Dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri, Jim tidak mematuhi larangan tersebut dan pergi mencari Philip. Dengan jantung berdebar, sambil berdoa, dan terengah-engah, ia berlari menerobos hujan tembakan, berseru memanggil Philip. Tidak lama kemudian, peletonnya melihat Jim terhuyung-huyung menyeberangi medan perang sambil menggendong tubuh yang lunglai.
Komandan Jim memarahinya, meneriakkan bahwa tindakannya cuma pemborosan waktu beresiko besar.
"Temanmu sudah mati," ia menambahkan, "dan tidak ada yang dapat kamu perbuat."
"Tidak Pak, Anda salah," jawab Jim. "Saya tiba di sana tepat pada waktunya. Sebelum ia meninggal, kata-kata terakhirnya adalah, 'Aku tahu kamu pasti datang'."
Diambil dari buku The Treasure of a Friend (Sahabat, Harta Yang Paling Berharga) oleh John C. Maxwell dan Dan Reiland.
Salah satu cerita favorit saya, yang sering saya baca berulang-ulang.
Sesudah lulus kuliah, mereka memutuskan untuk masuk menjadi marinir. Melalui serangkaian keadaan yang unik, mereka berdua akhirnya dikirim ke Jerman. Di sana mereka berjuang bahu membahu dalam salah satu perang terburuk dalam sejarah.
Pada suatu hari yang panas terik selama suatu pertempuran yang sengit, di tengah tembak-menembak yang gencar, pengeboman, dan dalam keadaan terjepit, mereka diberi perintah untuk mundur. Sementara para prajurit berlarian mundur, Jim menyadari bahwa Philip belum kembali bersama yang lain. Perasaan panik mencengkeram hatinya. Jim tahu bahwa jika Philip tidak segera kembali, maka ia pasti tidak akan selamat.
Jim memohon kepada perwira komandannya agar ia diizinkan pergi mencari sahabatnya, tetapi dengan marah, komandannya menolak permintaan itu, dan mengatakan tindakan itu sama saja dengan bunuh diri.
Dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri, Jim tidak mematuhi larangan tersebut dan pergi mencari Philip. Dengan jantung berdebar, sambil berdoa, dan terengah-engah, ia berlari menerobos hujan tembakan, berseru memanggil Philip. Tidak lama kemudian, peletonnya melihat Jim terhuyung-huyung menyeberangi medan perang sambil menggendong tubuh yang lunglai.
Komandan Jim memarahinya, meneriakkan bahwa tindakannya cuma pemborosan waktu beresiko besar.
"Temanmu sudah mati," ia menambahkan, "dan tidak ada yang dapat kamu perbuat."
"Tidak Pak, Anda salah," jawab Jim. "Saya tiba di sana tepat pada waktunya. Sebelum ia meninggal, kata-kata terakhirnya adalah, 'Aku tahu kamu pasti datang'."
Diambil dari buku The Treasure of a Friend (Sahabat, Harta Yang Paling Berharga) oleh John C. Maxwell dan Dan Reiland.
Salah satu cerita favorit saya, yang sering saya baca berulang-ulang.
Ada kabar gembira untuk teman-teman pembaca yang beberapa kali bertanya tentang buku ini. Tentang Jika Hujan Pernah Bertanya yang merupakan salah satu buku pertama yang saya tulis, saya terbitkan secara self-publishing melalui Leutika Prio pada tahun 2011.
Dulu, tidak banyak orang yang tahu tentang buku ini. Selain karena tidak dicetak massal dan hanya dijual on-line melalui website, saat itu saya juga belum dikenal sebagai novelis. Tulisan-tulisan saya belum banyak dibaca orang. Barulah setahun belakangan, satu persatu pembaca mulai menanyakan buku ini. Dan seperti yang selalu saya lakukan, saya akan mengarahkan pembaca untuk membelinya secara on-line karena memang tidak dijual di toko buku.
Nah, kabar gembira apa yang ingin saya sampaikan kepada teman-teman?
Buku ini akan bisa teman-teman temukan di toko-toko buku dan toko buku on-line segera. Ya, buku ini akan diterbitkan ulang. Tentu dengan versi barunya yang lebih manis.
Buku ini akan diterbitkan oleh Matahari Publishing. Sekarang saya sedang mengerjakan revisinya, menulis ulang cerita dan prosa pendek dalam buku ini, juga menambahkan beberapa cerita baru. Saya tidak ingin menyajikan kisah seadanya dari versi pertama buku ini, karena saya tahu kepuasan teman-teman sebagai pembaca adalah yang utama.
Konsepnya akan berbeda dengan novel-novel saya yang sudah terbit. Jika Hujan Pernah Bertanya adalah sebuah kumpulan prosa yang menyajikan kisah-kisah tentang cinta dan kesetiaan. Saya masih akan bertutur dengan manis di sini. Jadi, untuk teman-teman yang menyukai barisan kata dan quotes yang saya tulis, selamat menantikan terbitnya buku ini.
Kapan kira-kira akan rilis? Saya belum tahu. Karena bukunya sendiri masih dikerjakan. Dan, saya juga tengah mempersiapkan diri untuk terbitnya VERSUS yang akan terbit lebih dulu. Saya perlu menyiapkan promo untuk anak ke-4 saya itu. Jadi, Jika Hujan Pernah Bertanya akan menyusul terbit setelah semuanya siap dan redaksi Matahari menentukan bulan rilisnya.
Semoga Jika Hujan Pernah Bertanya akan jadi penantian yang manis. Dan seperti yang saya katakan tadi, buku ini berbeda dari novel-novel saya sebelumnya. Jadi, semoga teman-teman tidak membandingkannya secara subjektif, karena biar bagaimana pun juga media novel dan prosa pendek adalah sesuatu yang berbeda.
Sampai buku ini terbit kelak.
Setialah menanti...