Mungkin kenangan terlalu sempurna
Hingga segalanya tentangmu, sulit
dilupakan
Atau mungkin sebenarnya, aku yang tak mau?
Aku tak pernah berpikir kalau segalanya akan
berakhir padamu. Sejak dulu, sejak kali pertama kita bertemu, kau bukanlah
satu-satunya yang kuanggap istimewa.
Kalau kubilang segalanya kebetulan,
mungkin salah. Kalau kubilang itu karena takdir saja, mungkin tak selamanya
benar. Ada hal lain, yang membuatku yakin dengan keputusanku. Kau melakukan
sesuatu, yang mustahil bagi setiap orang.
Kau mencintaiku dengan hati, kau menatap
mataku karena rasa, kau berucap dan melakukan semuanya bukan dengan kebanyakan
cara yang mereka lakukan. Kau berbeda. Kau istimewa.
Bersamamu saja, aku yakin selamanya.
Karena aku tahu, aku tak butuh wajah untuk dinikmati, aku tak butuh tawa untuk
sekedar menyenangkan, apalagi penampilan yang bisa dibilang hanya memesonakan.
Ada yang lebih dari itu. Yaitu, hati dan
kesetiaanmu. Bukankah tempat untuk mencintai secara pasti hanyalah ‘hati’?
Bukankah dari ratusan kriteria yang aku cari sebagai sempurna, sebenarnya aku
hanya perlu satu saja? Aku bukan mencari sesuatu yang lengkap, tapi pelengkap.
Kau adalah tempat terbaik untuk berbagi. Seperti
awan yang setia pada hujan.
Pagi lagi.
Senin lagi.
Hari yang baru lagi.
Gue masih curi-curi waktu sambil ngajar dan sambil ngerjain revisi novel yang belum kelar-kelar. Malam minggu kemarin, gue sampai begadang semalam suntuk di salah satu kafe yang buka 24 jam di daerah Senayan, buat ngerjain revisi ini sambil ditemenin 3 orang temen gue. Hasilnya lumayan banget, nyisahin 3 chapter tearkhir yang sekarang lagi gue cicil.
But, why I stop this worth project for a while and turn into my blog? Jawaban nomor satu adalah iseng. Nomor dua adalah mulai pegel ngetik dan mikir. Nomor tiga adalah wi-fi di kantor lagi kenceng banget (nggak penting ya, hahahaha), yang keempat adalah the latest chapter I write now is talking about new part of life si tokoh utama.
Pagi ini, sebelum mulai ngajar, gue sempet baca artikel yang ada di sekolah yang berjudul 'hidup baru setiap hari'. Artikelnya sederhana, cuma ngajarin kita kalo hidup itu nggak berakhir cuma karena hari berganti dari senin ke selasa, rabu dan seterusnya. Setiap hari, setiap kali kita bangun, setiap kali membuka mata, selalu ada something new yang udah nungguin kita. Nggak peduli apa yang terjadi kemarin, nggak peduli kegagalan kita dua hari yang lalu, nggak peduli kesalahan apa yang udah kita buat seminggu lalu. Setiap hari adalah hari baru dimana kita bisa memperbaiki segalanya, dan menggantinya dengan kualitas hidup yang lebih baik. Seperti yang terjadi dengan tokoh utama dalam novel yang lagi gue kerjain. He made a big-big-big mistake in his past and his marriage, which is kalo gue jadi isterinya mungkin juga berat banget buat gue maafin kesalahan si suami. Tapi si tokoh utama ini nggak nyerah, dia bilang ke isterinya, "kalo pun semuanya nggak bisa kembali seperti semula, paling nggak ijinkan aku untuk memulai sesuatu yang baru bersama kamu. The new part of us".
Nggak ada manusia yang bisa memaafkan dan melupakan kesalahan sampai seratus persen utuh. Sebesar apapun hati seorang manusia, melupakan sesuatu yang menyakitkan bakal jadi perkara besar yang sulit untuk dilakukan. Tapi, selalu ada kesempatan yang baru kan? Selalu ada awal, seperti pagi yang datang setelah malam pergi. Seperti hari yang baru setelah mimpi-mimpi yang tertanggal ketika kita bangun. And so is the life.
Well... masih di sela-sela waktu kerja. And I wish I could finish the novel soon. Udah nggak enak banget sama editor karena ngaret udah hampir dua minggu. Meskipun dia nggak nelepon-nelepon gue lagi, tapi nggak ditegor itu malah bikin jadi nggak enak sendiri loh.
And about the day...
Senin lagi. Awal yang baru lagi untuk minggu ini.
Hari baru lagi... untuk memulai, the new part of life...
Senin lagi.
Hari yang baru lagi.
Gue masih curi-curi waktu sambil ngajar dan sambil ngerjain revisi novel yang belum kelar-kelar. Malam minggu kemarin, gue sampai begadang semalam suntuk di salah satu kafe yang buka 24 jam di daerah Senayan, buat ngerjain revisi ini sambil ditemenin 3 orang temen gue. Hasilnya lumayan banget, nyisahin 3 chapter tearkhir yang sekarang lagi gue cicil.
But, why I stop this worth project for a while and turn into my blog? Jawaban nomor satu adalah iseng. Nomor dua adalah mulai pegel ngetik dan mikir. Nomor tiga adalah wi-fi di kantor lagi kenceng banget (nggak penting ya, hahahaha), yang keempat adalah the latest chapter I write now is talking about new part of life si tokoh utama.
Pagi ini, sebelum mulai ngajar, gue sempet baca artikel yang ada di sekolah yang berjudul 'hidup baru setiap hari'. Artikelnya sederhana, cuma ngajarin kita kalo hidup itu nggak berakhir cuma karena hari berganti dari senin ke selasa, rabu dan seterusnya. Setiap hari, setiap kali kita bangun, setiap kali membuka mata, selalu ada something new yang udah nungguin kita. Nggak peduli apa yang terjadi kemarin, nggak peduli kegagalan kita dua hari yang lalu, nggak peduli kesalahan apa yang udah kita buat seminggu lalu. Setiap hari adalah hari baru dimana kita bisa memperbaiki segalanya, dan menggantinya dengan kualitas hidup yang lebih baik. Seperti yang terjadi dengan tokoh utama dalam novel yang lagi gue kerjain. He made a big-big-big mistake in his past and his marriage, which is kalo gue jadi isterinya mungkin juga berat banget buat gue maafin kesalahan si suami. Tapi si tokoh utama ini nggak nyerah, dia bilang ke isterinya, "kalo pun semuanya nggak bisa kembali seperti semula, paling nggak ijinkan aku untuk memulai sesuatu yang baru bersama kamu. The new part of us".
Nggak ada manusia yang bisa memaafkan dan melupakan kesalahan sampai seratus persen utuh. Sebesar apapun hati seorang manusia, melupakan sesuatu yang menyakitkan bakal jadi perkara besar yang sulit untuk dilakukan. Tapi, selalu ada kesempatan yang baru kan? Selalu ada awal, seperti pagi yang datang setelah malam pergi. Seperti hari yang baru setelah mimpi-mimpi yang tertanggal ketika kita bangun. And so is the life.
Well... masih di sela-sela waktu kerja. And I wish I could finish the novel soon. Udah nggak enak banget sama editor karena ngaret udah hampir dua minggu. Meskipun dia nggak nelepon-nelepon gue lagi, tapi nggak ditegor itu malah bikin jadi nggak enak sendiri loh.
And about the day...
Senin lagi. Awal yang baru lagi untuk minggu ini.
Hari baru lagi... untuk memulai, the new part of life...
Who knows what tomorrow brings.
In a world, few hearts survive.
All I know, is the way I feel.
In a world, few hearts survive.
All I know, is the way I feel.
When it's real, I keep my pray alive.
The road is long.
There are mountains in our way.
But we climb steps every day.
There are mountains in our way.
But we climb steps every day.
Love lift us up where we belong.
Where the eagles cry, on a mountain high.
Love lift us up where we belong.
Far from the world we know.
Up where the clear winds blow.
Where the eagles cry, on a mountain high.
Love lift us up where we belong.
Far from the world we know.
Up where the clear winds blow.
Some hang on to "used-to-be".
Live their lives locking behind.
All we have is here and now.
All our lives, out there to find.
The road is long.
There are mountains in our way.
But we climb steps every day.
Love lift us up where we belong.
Where the eagles cry, on a mountain high.
Love lift us up where we belong.
Far from the world we know.
Up where the clear winds blow.
Time goes by.
No time to cry.
Life's you and I, alive, baby.
No time to cry.
Life's you and I, alive, baby.
Love lift us up where we belong.
Where the eagles cry, on a mountain high.
Love lift us up where we belong.
Far from the world we know.
Up where the clear winds blow.
Where the eagles cry, on a mountain high.
Love lift us up where we belong.
Far from the world we know.
Up where the clear winds blow.
Love lift us up where we belong.
Where the eagles cry, on a mountain high.
Love lift us up where we belong.
Far from the world we know.
Up where the clear winds blow.
(a song by Joe Cooker with Jennifer Warn)
Karena pagi untuk kamu...
Cinta yang tak pernah habis untuk dibagi.
Karena pagi untuk kamu...
Aku bangun, dan mencintaimu sekali lagi.
Karena pagi untuk kamu...
Kita pergi, dan berjanji untuk kembali ketika malam datang lagi.
Karena pagi untuk kamu...
Kita percaya, hati selalu menemukan tempatnya kembali,
meski siang adalah ujian,
meski sore membawamu tersesat,
meski malam membuatmu terlelap di tempat lain.
Tapi pagi adalah sama...
Kita terjaga, membuka mata.
Memulai hari baru lagi,
untuk kita...
Pulanglah
malam ini, jika tak ada rumah untuk kembali.
Ke
hatiku saja.
Bernyanyilah
untukku saat ini, jika tak ada suara sekalipun.
Aku
mendengarmu.
Duduklah
disini, jika kau lelah dan payah.
Disampingku
saja.
Kau
boleh menangis – seperti apapun yang kau mau, jika kau sedih.
Aku
memelukmu.
Tertawalah,
saat kau bahagia atas kemenanganmu.
Aku
akan melompat senang, bersamamu.
Taruh
lenganmu di pundakku, mungkin tak ada orang yang mau menopangmu.
Tapi
tidak denganku. Aku mau.
Katakan.
Katakan saja apa gundahmu.
Ceritakan.
Ceritakan setiap apa yang kau simpan di hatimu.
Aku
tak akan mengeluh.
Aku
belum merasa lelah.
Aku
belum mau meninggalkanmu.
Karena
hanya aku, yang paling setia.
Tinggalah
disini lebih lama lagi.
Bersamaku
saja.
Berbagi
kesetiaan.