Review: HARMONI by Wulan Dewatra & Ollie

By Robin Wijaya - Juni 10, 2012


Kedua kali membaca novelnya Wulan Dewatra, dan ketiga kali untuk novelnya Ollie.
Nggak banyak yang bisa saya ceritakan tentang novel gagasduet HARMONI ini (terutama isi cerita, karena ceritanya cukup singkat. Dan, yep, baca dan cari tahu sendiri jauh lebih nikmat daripada udah tahu bocorannya lalu baru baca). So, this what I can tell about the book.

Paulo Coelho (Ollie's part)
Sepertinya memang sudah menjadi ciri Ollie untuk menuliskan cerita-cerita yang ringan dan sederhana. Di dua novel sebelumnya yang saya baca (After The Honyemoon, dan CINTA), saya juga menemukan kesederhanaan tersebut. Baik dari ide cerita, maupun cara bercerita.
Tapi entah kenapa, saya merasa tulisan kali ini lebih hangat dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Entahlah, mungkin karena Ollie tidak mengeluarkan tokoh semacam Friya yang selalu diceritakan sebagai wanita kaya dan sukses, kenal gadget dan update soal info dan perkembangan jaman, yang kadang terkesan angkuh bukan lewat kata-kata tapi melalui penggambaran fisik dan sikapnya (and I'm sorry to say, I love the simpler dan nice one). Jadi, tokoh Lily buat saya lebih lovable.
Quote-quote yang disisipkan di setiap awal chapter juga bagus dan menarik. Sebagai pemuja quote dalam novel, saya suka! Tapi, endingnya terasa sangat tergesa-gesa. Saya mengerti, mungkin karena jumlah halaman yang terbatas atau memang digariskan dari awal kalau cerita akan menyentuh ending dengan penerimaan Ryan dan Lily kembali. Saya kembalikan kepada penulis. Intinya, saya terhibur dengan tulisan Ollie yang satu ini :)

Sang Angkuli (Wulan's part)
Kenapa image yang muncul di kepala saya ke Wulan adalah 'penulis yang dingin dan gemar mengangkat konflik-konfilk kontroversial dan tak biasa' ya?
Saya merasa novel ini sedikit dark (bahkan sejak di awal cerita), juga dingin. Tidak ada kehangatan yang dimunculkan baik oleh Gara (tokoh utama lelaki) maupun Andien (tokoh utama perempuan). Obrolan dan sikap di antara keduanya (meskipun didasari cinta) tetap tidak menunjukkan bagaimana cinta yang hangat yang bisa membuat kita nyaman seperti berada di balik selimut tebal.
Cara Wulan menyembunyikan rahasia dalam diri Andien juga menjadi salah satu ciri khas Wulan seperti dalam novel sebelumnya (dan ini juga yang membuat saya terus membaca untuk menemukan 'dimana kejutannya?', 'dimana rahasianya?', 'apa yang disembunyikan Wulan kali ini?'). Dan... yang saya tunggu-tunggu muncul saat mendekati akhir cerita.
Seperti novel Hujan dan Teduh, jangan membaca novel ini lompat-lompat, apalagi melewati beberapa halaman. Ada beberapa petunjuk yang sedikit demi sedikit Wulan sisipkan di chapter-chapter awal, dan ketika sampai di akhir cerita, biarkan pikiran kita meyambungkan hal satu dan lainnya.
Ah, rasanya gatal ingin membocorkan, bagaimana kalau satu hal saja? Perhatikan dan ingat baik-baik, kenapa Andien selalu menolak kegiatan outdoor dan dia selalu mengeluh cepat lelah. Lalu, cari tahu petunjuk berikutnya dan di akhir cerita, kisah tentang Andien akan jadi masuk akal.

Thank you Wulan, tunggu barterannya kalau novel duet ku sudah terbit ya :)

  • Share:

You Might Also Like

2 komentar