Suatu Ketika Nanti

By Robin Wijaya - Juni 08, 2012

 
Dulu, kita punya mimpi.
Kelak kita akan saling berbagi cerita tentang banyak hal yang telah kita lewati. Tentang keluarga yang kita bangun, tentang anak-anak kecil yang berlari di setiap ruang lapang di rumah, tentang perempuan yang membuatkan kopi di pagi hari, menyiapkan sarapan dan surat kabar.

Kita pernah berencana.
Suatu kali, nanti, kita akan mendaki salah satu gunung. Mendirikan tenda, menyembunyikan tangan di balik jaket yang tebal sambil mengunyah jahe untuk menghadirkan hangat. Dan di sela-sela itu semua, kita akan berbagi hal dan filosofi soal hidup.

Atau kita akan pergi ke pantai. Menerbangkan layang-layang.
Anakmu berteriak riang menatap langit. Dan aku membawa si kecil yang terlalu sibuk menghindari ombak.
Itu keinginan kita.

Suatu hari kita akan merebut siaran TV di rumah dari para perempuan.
Menyaksikan pertandingan sepak bola. Mendengar suara optimis tentang tim kebanggaanmu. Dan mungkin saja, anakku akan lebih mempercayaimu daripada aku.
Dia akan membela tim kebanggaanmu, dan akan mempecundangi tim kebangaanku.

Nanti, kau akan bernyanyi.
Aku bermain gitar.
Anak-anak kita menari, atau bernyanyi di balik pelukan Ibu mereka.

Kalau ada kesempatan, di Hari Raya nanti. Kita akan menunggu para isteri selesai menyiapkan resep masakan masing-masing.
Aku mau bertaruh, masakan isterimu—yang sudah bertahun-tahun kunikmati—yang lebih lezat.
Atau masakan isteriku yang akan membuat piringmu penuh terisi makanan.

Suatu ketika nanti.
Aku akan menjadi sepertimu. Kebanggaan bagimu.
Anak-anakku akan tumbuh menjadi yang terbaik.
Seperti kau selalu mengatakan, 'aku yang terbaik'—untukmu.
Aku akan melingkarkan lenganku di pundakmu.
Aku bangga padamu.
Meski waktu hanya memberikan kesempatan yang begitu singkat untuk kita berdua.

Kecewa kah kau?
Aku? Tidak akan.
Aku terlalu bersyukur mendengar setiap cerita dan keinginanmu. Membuat kita memiliki mimpi bersama.
Meski kadang, sulit menemukan keberadaanmu.
Tapi aku tahu, dimensi tak bisa membohongi langkahmu yang kadang terasa begitu dekat.
Kau terlalu nyata sebagai bayang-bayang.

Suatu ketika nanti.
Kita akan duduk bersama-sama.
Kau, aku, anakku. Dengan isteri kita masing-masing.
Melakukan segala hal—seperti kita menikmati segala kesenangan dalam hidup.

Tertawa, karena kebahagiaan yang tak pernah habis.
Kau tersenyum.

Kau...
menjadi kebanggaan buatku.



Hari ini, jum'at, 8 Juni. Hari dan tanggal yang sama
Setelah kau menutup mata dalam senyum
11 tahun lalu, kau menitipkan cerita dan impian untuk kita kejar suatu hari nanti

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar