Bicara ROMA

By Robin Wijaya - Februari 07, 2013



Saya bukan pecinta satu negara dimana peradaban masa lalu telah menemui kejayaannya. Bukan penggemar cerita mereka yang memuja moleknya sebuah kota tua. Tentang warna klasik yang terlihat mata, tentang aroma dan rasa di negara emporium tersebut.

Saya selalu menyukai Rusia. Dengan legenda Anastasya-sang puteri Tsar Nicholas yang keberadaannya telah lenyap entah kemana. Dengan rute panjang kereta Siberia yang melintasi pegunungan beku. Dengan St. Basil Cathedral yang membawa kita ke mimpi negeri dongeng.

Saya selalu menyukai Belanda. Musim dingin di Amsterdam, barisan tulip di sepanjang bukit, kanal-kanal yang dilewati perahu, sepeda pelajar yang dikayuh menempuh perjalanan dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya.

Saya selalu menyukai Kanada. Negeri yang damai dan sunyi. Saya menghargai sepi, saya mencintai ketenangan. Saya membayangkan bagaimana lembaran-lembaran buku bercerita tentang hening yang diciptakan dari tempat tersebut.

Lalu kenapa Italia? Kenapa Roma?

Ada satu kisah tentang sang maestro yang membuat saya tertarik untuk menuliskan cerita dari kota tersebut. Cerita tentang Michelangelo yang mengabdikan hidupnya pada kesenian. Dia yang menciptakan masterpiece: David, Pieta, dan fresco di langit-langit Sistine Chapel di Vatican. Michelangelo yang menjadi renta bersama dunia yang dicintainya.

Ada satu kisah tentang alun-alun besar di Roma yang menawarkan kehangatan suasana dan indahnya langit senja. Fountain yang bercerita tentang empat sungai besar di dunia yang diwakilkan oleh 4 figur patung. Keramaian, kebersamaan, pasar tradisional di kala natal, dan kunjungan yang tak terlupakan.

Maka, saya menuliskan sebuah cerita tentang mereka.

Cerita ini berangkat dari sebuah kota. Kejayaan abad silam pernah berkuasa dari masa ke masa. Caesar dan pertarungan para gladiator hanya beberapa kisah di antaranya.
Kota ini bercerita tentang sebuah mahakarya. Raphael, Da Vinci, Nicholas Salvi.
Kota ini bercerita tentang ruang makan di rumah yang selalu hangat. Kuliner yang mampu membuatmu duduk lebih lama di meja makan dan mengisi perut hingga penuh.

Bersama cerita ini, saya perkenalkan Leonardo Halim dan Felice Patricia. Kisah cinta mereka dari sebuah kota bernama Roma.

Saya tidak akan membicarakan pergumulan hidup mereka, kenapa kelak cinta jadi hal yang sulit dalam hidup mereka, kenapa takdir mempertemukan mereka dengan sebuah kisah yang saling bertaut.

Saya akan membiarkan teman-teman menemukannya sendiri. Menantikan lahirnya novel terbaru saya. ROMA.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar