Kenapa Mesti Takut Menulis?

By Robin Wijaya - September 25, 2013

tulisan ini diposting untuk kegiatan Cafe Writing bersama @KertasMedan


Saya menekuni dunia literasi sejak pertengahan 2010, memulainya dengan mengikuti berbagai macam lomba baik yang digelar secara on-line melalui facebook atau blog, sampai yang diadakan oleh penerbit-penerbit di Indonesia. Satu tahun kemudian buku-buku antologi saya mulai terbit satu persatu, sampai akhirnya saya mencoba menerbitkan buku secara self-publishing, baru kemudian novel-novel saya diterbitkan melalui major label dan beredar di seluruh Indonesia. Sampai saat ini, saya sudah menerbitkan 3 novel: Before Us, Menunggu, Roma (menyusul novel ke-empat: VERSUS), 2 buah kumpulan cerpen, 1 omnibus bersama penulis-penulis GagasMedia, dan beberapa antologi dari event keroyokan.

Well, melihat dari jumlah karya yang dipublikasikan, mungkin teman-teman berpikir: darimana ide saya bermunculan, bagaimana proses saya menulis hingga bisa menghasilkan sejumlah karya, bagaimana memulainya, resep khusus untuk menembus penerbit, dan berbagai pertanyaan lainnya. Tapi sebelum kita masuk ke sana, saya selalu tertarik dengan sebuah mula. Bagaimana dan darimana segalanya berawal. Karena bagaimana pun juga, buat saya pribadi (dan mungkin sebagian orang lainnya), menjejak langkah awal adalah perkara yang tak selalu mudah. Di samping modal dasar kemampuan menulis kita, keyakinan dan rasa percaya diri adalah salah satu bagian penting lainnya. Dan hal itulah yang akan saya sharing-kan kali ini.

Saya tidak memulai tulisan saya dengan sebuah magic 'bim salabim' lalu terciptalah sebuah tulisan utuh. Saya menekuni kata demi kata, kalimat demi kalimat sampai tulisan tersebut menjadi utuh. Dan seringkali selama proses menulis tersebut saya pun dihantui dengan rasa takut akan menghasilkan sebuah karya yang kurang bagus atau bahkan jauh dari yang saya harapkan. Dan saya yakin sekali, teman-teman juga mengalami hal serupa.

Kalau seperti itu, apakah sebaiknya kita mempersiapkan segalanya lebih dulu agar saat menulis kita bisa menghasilkan karya yang benar-benar bagus? Mungkin menunggu waktu yang tepat lebih dulu sehingga saat menulis nanti karyanya akan sesuai dengan yang kita harapkan?

Percayalah, sepanjang saya menulis, tidak pernah benar-benar ada waktu yang tepat. Waktu terbaik untuk menulis, mungkin saja. Atau saya seringkali menyebutnya sebagai jam produktif. Tapi tidak ada penulis yang benar-benar langsung menghasilkan sebuah karya tanpa cela dalam proses menulis pertamanya. Karya yang baik adalah karya yang melalui proses pengeditan yang baik. Dipoles, dibaca ulang, diperbaiki kembali, dan lainnya.

Jadi kalau begitu, kenapa harus takut menulis buruk?

Seringkali ketakutan kita saat akan memulai menulis adalah penyebab utama kita tidak menghasilkan satu tulisan pun. Kita berpikir kalau tulisan yang buruk adalah sebuah celaan, momok, bahkan kegagalan yang menyedihkan. Tapi dari apa yang saya pelajari dari mentor-mentor menulis saya, tulisan yang buruk sekalipun jauh lebih baik daripada tidak ada tulisan sama sekali. Setidaknya, tulisan yang buruk masih bisa dipoles menjadi lebih baik. Tapi coba bayangkan kalau tidak ada tulisan? Apa yang mau dipoles? Apa yang mau diperbaiki.

Belajar dari penulis-penulis besar seperti JK. Rowling, Dan Brown, Nicholas Spakrs, Andrea Hirata, Dewi Lestari. Mereka memulai tulisan mereka dari sebuah draft, mengembangkannya kalimat demi kalimat, bab demi bab. Sampai akhirnya menjadi sebuah cerita utuh.

Bagaimana dengan kekurangan-kekurangan yang ada dalam cerita tersebut? Mungkin logika yang lepas, plot yang bolong, penokohan yang tidak kuat, penceritaan yang tidak runut dan lain sebagainya? Itulah sebabnya kita membutuhkan proses editing. Editing bisa dilakukan oleh si penulis sendiri (self editing) maupun dengan bantuan editor.

Jika kita menerbitkan naskah kita melalui sebuah publishing house (penerbit), akan ada editor yang membantu kita untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut. Saat itulah kita juga bisa sambil belajar untuk memeriksa kembali naskah kita dan mempelajari kesalahan-kesalahan yang kita lakukan pada cerita yang ditulis.

Selain itu, saya sendiri biasanya memiliki beberapa orang teman yang menjadi first reader untuk naskah-naskah saya. Mereka yang memang saya cari bukan untuk memuji tulisan saya, tapi sebaliknya mengoreksi dan mencari kesalahan dalam tulisan-tulisan saya. Karena saat menulis, biasanya kita menjadi subjektif sehingga melewati bagian-bagian yang sebetulnya mungkin kurang tepat.

Nah, bagaimana menumbuhkan rasa percaya diri, sehingga kita berani memulai untuk menulis?
Mulailah lakukan, dan mulailah menunjukkan karya kalian. Draft tulisan yang bagus sekalipun akan tetap menjadi draft jika tidak diselesaikan. Lakukan dari step kecil. Mungkin menulis sesuatu yang ringkas dan pendek. Bertahap kemudian menjadi lebih panjang. Yang terpenting, jangan berhenti sampai mencapai kata TAMAT.

Well, pada intinya, menulis sendiri adalah sebuah proses berlatih. Trial dan error wajar terjadi. Tapi apakah hanya karena kita takut melakukan kesalahan lalu kita berhenti mencobanya? Some people ever said that I am stupid doing writing. But if I quit, it confirms that I am stupid. Ketakutan hanya akan menjauhkan kita dari keberhasilan.

Semoga bermanfaat.

  • Share:

You Might Also Like

1 komentar

  1. Terima kasih atas tulisannya, Kak. Sangat menyemangati, terutama quote di paragraf akhir.

    "Some people ever said that I am stupid doing writing. But if I quit, it confirms that I am stupid. Ketakutan hanya akan menjauhkan kita dari keberhasilan."

    Semoga saya bisa cepat-cepat seperti Kak Robin, membuktikan diri ke orang-orang yang pernah meremehkan. :)

    BalasHapus