First Time, We Felt in Love
By Robin Wijaya - Desember 07, 2011
Ingatkah
kamu, pagi ketika kita jatuh hati?
Pagi ketika
aku datang, dan kamu menunggu dengan senyum. Seolah percaya ada kebahagiaan
yang siap dijemput.
Ingatkah
kamu, siang ketika kita jatuh hati?
Di antara
sesak orang yang berjejal di jalan, di antara debu yang berterbangan, di antara
peluh dan kulit yang mulai terbakar. Tak ada yang kurang bagiku. Bahkan matamu
adalah teduh, tempat aku berlindung dari perasaan yang menyengat.
Ingatkah kamu,
sore ketika kita jatuh hati?
Tak ada
keluhan sedikit pun darimu. Itu kah yang disebut cinta? Menerima kurang dan
lebih. Mengerti salah dan benar.
Ingatkah
kamu, malam ketika kita jatuh hati?
Seandainya waktu
berhenti. Aku tak perlu resah. Tak perlu takut perpisahan. Meski aku tahu,
cinta tak akan lenyap hanya karena kita terlelap.
Di setiap
jeda. Di antara sela waktu. Di antara banyak kesulitan dan kemudahan. Yakinkan aku
pada kebenaran perasaanmu.
Bagiku, mencintaimu
adalah penghargaan atas perasaanku. Ada harapan, ada nilai, ada kesungguhan
untuk itu.
Waktu yang
tak pernah diam, akan terisi dengan kejadian dan pengalaman baru. Apakah hati
juga? Bukankah seharusnya, ruang sudah cukup diisi dengan ‘kita’ saja?
Segalanya bisa
berubah. Jalan, gedung, pohon, orang-orang di sekitarmu. Apakah perubahan yang
terjadi diluar, juga akan membawa perubahan di dalam hati kita? Bukankah seharusnya,
perasaan kita masih sama?
Aku masih
ingat kali pertama kita jatuh cinta.
Tatapan pertamamu,
senyum pertamamu, anggukan pertamamu, caramu duduk, caramu bicara, caramu
mengucapkan salam ketika kita berpisah di muka pintu. Menjelaskan bagaimana aku
mencintaimu.
Kita bertemu,
kemudian.
Kamu mengurai
senyum, dan berkata, “ini adalah titik awal dimana aku menanggalkan semua ragu.
Ingat kah kamu?”
Aku
berpaling. Ingin menyembunyikan kejujuran darimu. Dan berkata singkat,
“Tanya aku, seberapa
banyak aku mengingatmu?”
Kujawab,
“SETIAP KALI…”
0 komentar