Sebenernya udah lama banget baca buku ini. Tapi, yeah, gue emang jarang bikin review kecuali setelah gue baca buku tersebut sampai berkali-kali (dan ini yang terjadi dengan novel terjemahan yang satu ini).
Novel ini gue dapet dari Sinta dan termasuk novel yang agak susah dicari waktu itu (beberapa Gramedia bilang udah nggak re-stock), dan gue emang terlambat karena baru tahu setelah nonton filmnya. Bercerita tentang sebuah keluarga dengan seorang putrinya (Kate) yang menderita leukimia tipe APL (salah satu yang mematikan dan bisa memicu terjadinya komplikasi dengan penyakit lain, atau masalah dengan organ-organ tubuh yang penting). Masalahnya adalah, dari semua anggota keluarga tersebut, tidak satu pun yang memiliki kecocokan dengan presentase tinggi untuk menjadi donor bagi Kate. Alhasil, kedua orang tua mereka memutuskan untuk mempunyai anak lagi dengan rekayasa genetik sedemikian rupa sehingga si anak nanti bakal memiliki kecocokan struktur sumsum tulang belakang yang nyaris serupa dengan kakaknya.
Masalah datang ketika si anak yang dijadikan donor (Anna) beranjak remaja. Keinginan untuk memiliki kebebasan dan hak atas tubuhnya sendiri yang mendorong Anna menuntut orang tuanya lewat jalur hukum demi mendapatkan kebebasan tersebut. Terjadilah dilema dalam keluarga ini, antara sang Ibu yang berusaha mati-matian memperjuangkan kesembuhan Kate, dan Anna yang ingin didengar dan diberikan hak-hak manusiawinya.
Harus baca novel ini untuk tahu bagaimana endingnya. Karena pas baca pun, gue bener-bener nggak nebak 'ooohhhh... begitu toh yang sebenernya terjadi'. Well, agak pusing dengan POV orang pertama dengan hampir semua tokoh dalam novel ini menceritakan bagian mereka masing-masing. Tapi begitu mencapai ending dan gue manggut-manggut, 'kepusingan' itu gue anggap sebagai usaha penulis yang udah berusaha memberikan yang terbaik dalam novelnya.
Kalo kamu udah nonton filmnya, tetap harus baca novelnya. Karena dialog dan monolog di novelnya menurut gue lebih berbobot dan ngena, walaupun bahasa gambar di film saat Kate akan meninggal juga berhasil bikin Nyokap sama Kakak gue meleleh (ya, kita emang biasa nonton drama rame-rame, karena kalo nonton sendirian pasti gue ketiduran). Mungkin buku ini udah agak jarang di display di rak buku Gramedia, tapi di on-line shopping masih banyak kok. Selamat membaca :)
Pagi ini redup. Seperti matahari yang muncul malu-malu, aku menyembunyikan perasaan di hadapanmu.
Bahkan ketika jarak tak lagi jadi batas. Aku membungkus suara, bahkan nafas. Khawatir detak jantungku pun menyatakan isyarat.
Di hadapanmu kata-kata menjadi lumpuh. Aku lupa memilih abjad. Atau bisa jadi, aku lupa segalanya. Pesonamu mengaburkan kesadaranku.
Kau juga salah. Kau seolah tak mau tahu. Mengertikah arti langkahku yang membelakangimu pelan-pelan? Karena, aku tak mau pergi darimu, sebenarnya.
Tapi kau bilang, pergi adalah cara terbaik untuk bersembunyi, kalau tak mau mati karena takut tak dicintai.
Kalau kau menggantung harapan. Dam aku mengirim perasaanku lewat udara. Semestinya kita sudah saling tahu.
Salah satu di antara kita pasti sudah tak jujur. Kau atau aku?
Kalau ini memang permainan. Harusnya ada yang memulai lebih dulu. Apa kita perlu mengundi untuk menyatakan perasaan masing-masing?
Ayolah. Katakan sekali ini saja. Apa kau mau terperangkap selamanya?
Tak ada cinta di balik gelas kaca yang abadi. Kau perlu keluar, dan menyeberang kesini.
Aku menghentikan langkah sekarang. Berarti jarak kita tak lagi lebar. Mau kah kau menyusul ke tempatku menunggu?
Kita yang saling berdiam diri, tak akan tahu seperti apa cinta itu sebelum saling mengakui.
KAMU lah Cinta, aku mengulur waktu.
Obrolan yang tak penting adalah satu-satunya cara untuk menunda kepergianmu.
>>HUJAN pertama bersamamu. Aku tak mau lekas reda. Agar tak berpisah.
--HUJAN menyamarkan warna langit. Aku ragu-ragu, terang atau gelap yang akan muncul?
>>HUJAN meninggalkan jejak basah. Seperti cintamu yang tertinggal disini, selamanya.
--HUJAN meredupkan siang. Mungkin mengingatkanku, kalau tanpamu segalanya terasa senyap.
>>Air yang menggenang. Aku bertanya, karena HUJAN atau air matamu?
--Memandang genangan dari HUJAN. Aku berpaling segera, tak ada bayanganmu disana.
>>Cahaya di antara riak HUJAN. Aku percaya, kamu kembali tanpa tersesat.
--HUJAN tanpa pelangi. Mencintai dan patah hati di waktu yang sama.
>>HUJAN yang datang bersama awan. Apa kamu percaya takdir? Apa kamu percaya kita ditujukan kepada tempat yang sama?
--HUJAN seperti rindu. Jatuh di tanah kering, merekatkan celah. Seperti itu kah kamu?
>>HUJAN melekatkan embun di jendela. Kamu menatap dari luar. Masuklah ke dalam, agar bayanganmu tak samar di pandanganku.
--Suara HUJAN malam ini, seperti kamu yang bercerita. Bisikkan di telingaku, kamu juga mencintaiku.
>>Langit yang redup karena HUJAN. Aku tak kehilangan arah. Cintamu menjadi cahaya.
--HUJAN berangin dingin. Hatiku tetap hangat, dicintaimu dengan sungguh.
>>HUJAN melunturkan debu yang melekat. Seperti salah yang termaafkan, di hadapanmu.
--HUJAN yang reda, tak mampu menyembunyikan cahaya. Kita tak mungkin ingkar, sadar saling mencintai.
>>HUJAN terakhir, hanya turun satu kali. Tak ada yang kedua dan lainnya lagi setelah aku teduh bersamamu.
--Aku mendengar suaramu di antara riak HUJAN. Aku mengenalimu. Aku menemukanmu. Namamu tak pernah tenggelam di sana. Di antara ratusan rintik yang jatuh.
>>Lalu apa yang membuatmu ragu?
HUJAN pagi ini, seperti HUJAN di masa lalu. Yang berbeda adalah, kamu menemaniku.
Kita menyembunyikan kaki kita di dalam selimut tebal. Menyesap cokelat panas, dari cangkir yang sama. Duduk di kursi rotan. Berbagi ruang yang sempit, dengan cinta yang besar...
Karena pagi untuk kamu. Aku bangun, dan mencintaimu sekali lagi...
24 hours...
Seperti kalimat yang disekat oleh titik. Seperti kata diberi ruang oleh spasi. Cinta perlu jeda, agar tidak remuk karena terikat setiap saat.
Ketika hari berangsur pergi, digantikan malam sebagai pembatas pertemuan kita, aku tak akan menolak.
Biar kita pulang dengan membawa perasaan masing-masing.
Karena cinta yang sebenarnya tak akan hilang karena mimpi semalam.
Karena Tuhan memberi kesempatan.
Karena waktu tak pernah diam di tempat.
Seharusnya kita percaya, ada hari yang baru untuk kita bertemu.
Ada pagi yang baru, untuk cinta yang sama.
Ada harapan baru, begitu aku membuka mata.
Kamu, tak akan lenyap hanya karena aku lelap.
Jangan...
Jangan pernah ragu...
Kalau hari berakhir lagi dan kita pulang dengan perasaan masing-masing.
Ingat satu hal!
Malam hanyalah waktu untuk menyekat perasaan sesaat.
24 hours... menjadi siklus.
Pulang, lelap, bermimpi, terjaga, hari yang baru.
Pagi mengantar kita menemui hari.
Aku bangun, dan siap jatuh cinta lagi untuk kamu...
Bertahun-tahun yang lalu BEFORE US adalah sebuah cerpen berjudul
'Radith' yang tidak pernah terpikir oleh saya kalau akan saya kembangkan
menjadi sebuah novel. Sampai akhirnya saya menantang diri saya untuk
menulis novel kembali (setelah novel sebelumnya yang bergenre remaja
ditolak oleh GagasMedia pada tahun 2007), dan saya sangat tidak berminat
untuk menulis novel lagi sejak saat itu.
Lebih dari setahun lalu, naskah ini masuk dalam daftar panjang peserta kompetisi menulis GagasMedia 100% Roman Asli Indonesia. Masuk 20 besar, tapi belum beruntung untuk jadi juara. Sampai akhirnya pada Februari 2011 lalu, seorang crew GagasMedia menelepon saya dan mengabarkan kalau naskah ini akan diterbitkan. Pertengahan tahun 2011 naskah novel ini mulai masuk dapur penerbit. Dibaca ulang, dikoreksi dan akhirnya saya diminta untuk merevisi. Cukup melelahkan, karena seingat saya selama proses revisi tersebut saya cukup intens berhubungan dengan editor untuk membongkar naskah ini dan re-writing sampai 20-an chapter. Saya juga menghubungi beberapa teman saya untuk membantu menyempurnakan tokoh, konflik, dan isu affair dalam novel ini supaya terlihat logis dengan dialog-dialog yang terlihat rasional tapi tetap menggunakan bahasa yang indah dan puitis ala-ala tulisan saya di 2 buku sebelumnya, hehehehe.
And finally, it's DONE.
Soal judul dan cover, sudah saya share di catatan sebelumnya. Yang pasti, terima kasih luar biasa untuk teman-teman GagasMedia yang memperlakukan naskah saya dengan sangat layak (merasa terhormat bisa kerja sama bareng kalian). Designer covernya yang super filosofis (nggak pernah mikir, ada makna-makna terselubung di balik setiap detail covernya). Editor yang sudah menyempurnakan tulisan saya jadi lebih enak dibaca. Dan, orang yang berkali-kali ngomel di telepon dan bikin saya mingkem kalo ketemu (karena nggak tahu harus ngomong apa saking pinternya beliau membaca dan mengoreksi naskah), yeah, Mr. Christian Simamora, I adore you so much. Berharap novel ini bukan jadi yang pertama dan terakhir sekaligus.
And, here it is...
Naskah ini berwujud dan berdimensi sekarang...
BEFORE US bisa didapatkan di toko-toko buku mulai Februari ini.
Lebih dari setahun lalu, naskah ini masuk dalam daftar panjang peserta kompetisi menulis GagasMedia 100% Roman Asli Indonesia. Masuk 20 besar, tapi belum beruntung untuk jadi juara. Sampai akhirnya pada Februari 2011 lalu, seorang crew GagasMedia menelepon saya dan mengabarkan kalau naskah ini akan diterbitkan. Pertengahan tahun 2011 naskah novel ini mulai masuk dapur penerbit. Dibaca ulang, dikoreksi dan akhirnya saya diminta untuk merevisi. Cukup melelahkan, karena seingat saya selama proses revisi tersebut saya cukup intens berhubungan dengan editor untuk membongkar naskah ini dan re-writing sampai 20-an chapter. Saya juga menghubungi beberapa teman saya untuk membantu menyempurnakan tokoh, konflik, dan isu affair dalam novel ini supaya terlihat logis dengan dialog-dialog yang terlihat rasional tapi tetap menggunakan bahasa yang indah dan puitis ala-ala tulisan saya di 2 buku sebelumnya, hehehehe.
And finally, it's DONE.
Soal judul dan cover, sudah saya share di catatan sebelumnya. Yang pasti, terima kasih luar biasa untuk teman-teman GagasMedia yang memperlakukan naskah saya dengan sangat layak (merasa terhormat bisa kerja sama bareng kalian). Designer covernya yang super filosofis (nggak pernah mikir, ada makna-makna terselubung di balik setiap detail covernya). Editor yang sudah menyempurnakan tulisan saya jadi lebih enak dibaca. Dan, orang yang berkali-kali ngomel di telepon dan bikin saya mingkem kalo ketemu (karena nggak tahu harus ngomong apa saking pinternya beliau membaca dan mengoreksi naskah), yeah, Mr. Christian Simamora, I adore you so much. Berharap novel ini bukan jadi yang pertama dan terakhir sekaligus.
And, here it is...
Naskah ini berwujud dan berdimensi sekarang...
BEFORE US bisa didapatkan di toko-toko buku mulai Februari ini.