Untuk Kamu: Pemenang Surat Balasan ROMA

By Robin Wijaya - April 22, 2013


surat balasan dari Noona Indri

Dear Robin,

       Surat yang kamu kirimkan bersama sebuah rasa, kini telah selesai ku baca. Aku merasa bodoh ketika kamu mampu membuatku menjawab 'iya' pada semua pertanyaan yang kamu tanyakan dulu di surat itu. Kenapa aku gampang sekali ditebak.Hah.
         Pengingkaran akan cinta, aku juga pernah mengalaminya. Dulu. Dan aku (sedikit) menyesal mengapa akhir seperti itu yang akhirnya kami sepakati bersama. Menerima suratmu seperti memaksa ku untuk kembali mengingatnya, bukan untuk menyesalinya lagi, tapi untuk berterimakasih padanya atas semua rasa nyaman yang pernah ada. Ketika bersamanya, aku tidak perlu menjelma menjadi orang yang bukan aku. Ketika dengannya, aku mengerti bahwa yang ku butuhkan bukan orang yang sempurna, yang ku mau hanya orang yang tersenyum tulus dan tertawa lepas menghadapi keras kepala nya aku. Dan mungkin, kisah seperti itu juga yang akan ku temukan dalam Roma, yang kamu bilang sedang menantiku. 
       Mendengar kata Roma, entah mengapa yang terlintas pertama dalam benakku adalah Totti, hahaha. Pangeran nya Roma. Aku bukan penggemar As Roma tentunya, dan aku sungguh yakin, dalam kisahmu nanti, akan ada pangeran yang akan setia seperti Totti. Roma, aku belum mampu membayangkannya secara utuh. Mungkin kamu dapat membantuku untuk lebih mengenal nuansa romantismenya, dengan menyusuri Ponte di Rialto sembari menumpang gondola dan menikmati keemasan senja dari sana. Atau jika boleh aku berimajinasi sendiri, alangkah indahnya membuat janji di kapel Sistina. Dan ketika aku sedang menunggu sambil mengagumi fresco goresan Michelangelo yang berada di langit-langit kapel Sistina, seseorang menepuk pelan pundakku, dan aku menemukannya berdiri dengan memamerkan senyum terbaik yang dia punya, hanya untukku. 
       Lihat kan Bie, aku mulai menghayal tentang Roma dan segala romantisme yang ada disana, ini semua karena suratmu. Teringat sebuah pepatah lama, banyak jalan menuju Roma. Dan aku yakin, salah satu jalan yang dimaksud adalah dengan Roma yang kamu bilang sedang menantiku. 
       Aku akan berkemas. 
       Menemuimu, Roma.
       Segera...

PS : 
Bie..
Aku akan rajin mengamati kapan bendera di kotak pos biru itu akan berdiri, melihat ke dalam, lantas menemukan surat balasan yang akhirnya kamu kirimkan untukku dengan kisah indah Roma bersamanya.

       Always,
       Ur Mia cara...

       -Indri-


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

surat balasan dari Alit Alitsa

Hai Robin,

       Aku suka kopi pahit. Disitulah aku bicara rasa. Juga tentang cinta. Hitam, dengan gula sedikit.
       Cinta sejati dalam hidupku? Sejujurnya, aku tak pernah yakin. Bagaikan kopi, kubiarkan ia kuseruput tiap hari dengan kelegamannya, tahu itu pahit tapi masih berharap mengecap sedikit yang manis yang mungkin ada. Yang kuseruput mungkin kopi yang sama, tapi tak mungkin kopi kemarin lagi yang kutenggak. Siapa tahu kopi 10 tahun lalu lebih menyenangkan dari kopi hari ini? Siapa tahu kopi selanjutnya, kalau aku masih bernyawa, yang jadi juaranya? Biarkan saja. Biar kupetualangi kopiku ini. Biar jawaban itu menyeruak atau masih mau sembunyi, tak ada ruginya kuterus mencoba merasa. Toh, aku masih perlu mengopi, lagi dan lagi, masih ingin, dan perlu. Aku tak menggerutu, aku tak menyesal. Kopiku boleh hitam seperti sebuah kesalahan, tapi tetap memberi warna dalam rasanya. Jadi, ya, aku pernah merasa dan melewatinya. Kenapa tidak untuk mengulanginya?
       Aku tak perlu Roma. Aku cuma butuh jendela atau kaca. Lewat jendela kucari bulan dan gemintang, atau kulahap awan yang berubah-ubah. Atau kumenatap matahari dengan berani, berlindung di balik jeruji, berharap aku tidak mati. Pada semuanya kubertanya, bagaimana kabar dia yang di sana. Dia yang pernah membuatku ingin tampil cantik dan sempurna, istimewa dan tiada cela. Dia yang tawanya sudah cukup lengkap. Atau dia yang membuatku merasa nyaman dan aman dengan genggaman tangannya saja. Dia yang pernah membuatku menangis karena rindu, dia juga yang kukenang manis setelah itu. Dia atau mereka, siapa saja, sama saja. Kapan, tak masalah. Lewat kaca kuajak diriku bicara. Sudah, belum atau akan masih ada, kenapa tidak?
       Bisa saja aku ke Roma dan bercengkrama dengan tiang basilika atau fresco langit-langit kapel. Siapa yang bisa menduga? Aku akan tetap memilih percaya pada jendela. Aku belum jenuh. Aku tak mau dibatasi tiang atau langit-langit. Merebahkan tubuh di gondola boleh juga, biar kulayangkan jiwaku menyentuh cahaya senja yang berpendar keemasan itu. Pada akhirnya, aku tak perlu ada di Roma. Aku hanya butuh jendela. Dan menyeruput kopi hitam lagi. Tak masalah cinta berawal dan kembali ke tempat yang sama, atau berulang-ulang lagi dengan cerita yang berbeda. Asal dia punya rasa. Ada sedikit gula di kopi yang pahit, atau sebaliknya. Ada endapan yang tak mau kuingkari apalagi kutolak. Dengan kopi yang sama, bercangkir-cangkir, dengan seruputan yang berbeda, aku akan merasa tenang dan terlengkapi. Sejati itu berulang? Entah, kunikmati saja.
       Aku masih di balik jendela. Mengenang saat aku di sisi luar jendela dan kembali ke sisi yang ini. Bukan tak mungkin aku di sana lagi. Berulang lagi. Satu kopi ke satu kopi.

       Kopi, Robin?
       Sejatinya,
       Alit
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Untuk Noona,
Untuk Alit,

       Terima kasih telah mengirimkan surat balasan kembali. Dan terima kasih telah percaya, kalau pertemuanmu dengan cinta sejati mungkin terjadi ketika kamu membuka lembar demi lembar novel Roma.
      Noona dan Alit, semoga apa yang menjadi harapan dan cita-cita kelak jadi sesuatu yang nyata. Sampai surat ini tertulis, semoga kalian tak lekas jenuh menunggu di muka pintu. Sebuah paket berisi senyum yang hangat akan tiba pada kalian. Dan semoga senyum yang sama juga terukir ketika kalian membukanya.
       Roma akan jadi sebuah cerita bagi kalian. Dan untukku, surat balasan kalian telah jadi kesan yang istimewa. 
         Sampai bertemu pada satu kisah lainnya.

Robin Wijaya


  • Share:

You Might Also Like

4 komentar

  1. selamat untuk pemenang (walau aku ga menang) :D
    kak Robin memang kerennn, orangnya humble sekali... :)

    -salam hangat untuk bulir-bulir udara sejuk di Roma

    BalasHapus
  2. Hai Intan, terima kasih sudah singgah sejenak, menengok surat balasan ini :)

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah...
    Makasih yaaa Kak Robin :)
    *seneng suratnya dibalas* hehehe :D

    setuju sama intan, kak Robin keren dan humblee sekalii :)
    dan buat intan makasih jugaa yaaa :D

    BalasHapus
  4. Terima kasih juga sudah menulis surat untuk aku.
    Semoga ROMA segera tiba di rumahmu :)

    BalasHapus