KAMU lah Cinta, menenggelamkan keangkuhan.
Aku jatuh dan mengaku.
Lemah karena perasaan yang menyerang tiba-tiba
Tahukah kamu,
sebetulnya aku selalu percaya ada sesuatu yang ‘kebetulan’ di dunia ini.
Termasuk pertemuan kita. Maaf, pertemuanku denganmu. Sudah lama aku diam-diam
mengamatimu, melihat gerak-gerikmu, caramu bicara, caramu tertawa, caramu
tersenyum pada orang lain, caramu menulis kata-kata di status facebook-mu,
caramu menyapa.
Sejak saat itu, aku
merasa dekat.
Tahukah kamu, setelah
akhirnya waktu berbaik hati untuk mempertemukan kita, semua yang aku duga-duga
pada awalnya ternyata memang seperti nyata. Kamu sebaik dugaanku, sikapmu
semanis caramu tersenyum, cara bicaramu setenang wajah di avatar twitter-mu. Apa
itu kebetulan juga?
Ah, aku tidak peduli.
Yang aku pedulikan sekarang, hubungan kita sudah cukup dekat.
Tahukah kamu, saat
akhirnya kita berteman, diam-diam aku selalu mengharapkan adanya pertemuan demi
pertemuan. Aku berharap akan ada hari yang sama, waktu yang sama, kesempatan
yang sama, dan orang yang sama. Yaitu, aku dan kamu. Aku selalu berharap
seperti itu. Tapi, aku tidak berani mengatakannya padamu. Kalau aku bilang
seperti itu. Aku khawatir… apa
tanggapanmu nanti?
Aku dibilang sentimentil?
Terlalu melankolis? Atau…, apa itu bahasa anak-anak sekarang yang sering muncul
di twitter? Ah, ya, galau. Aku malu kalau dibilang begitu.
Padahal… bisa jadi,
iya.
Tahukah kamu, kalau
kemudian hari-hariku berubah. Banyak diisi senyuman, dan senyuman. Atau… rindu
dan rindu. Atau… bisikan dan bisikan, untuk bilang yang sebenarnya. Begitu.
Tapi, aku belum siap. Aku pikir, aku tak betul-betul seperti apa yang orang
bilang. Aku pikir, perasaanku hanya perasaan biasa saja. Apakah, perempuan dan
laki-laki yang dekat dan berteman tidak boleh merasakan sesuatu yang berbeda
dalam hatinya? Seperti… sesuatu yang hangat? Perasaan yang nyaman? Perasaan
ingin dilindungi. Atau dimiliki? Ups,
aku tidak berani bilang begitu. Aku rasa, kita sudah saling memiliki, sebagai
teman.
Tahukah kamu, karena
kamu bilang kita berteman selamanya, maka aku pun berharap kita akan bisa
bersama selamanya. Selalu seperti ini. Aku berharap, kita memang tidak akan
kehilangan waktu untuk bersama. Aku berharap, kita akan saling mengenal sampai
akhir usia nanti. Aku berharap, aku bisa di sampingmu selamanya saat kau butuh
aku. Pun begitu sebaliknya.
Tapi… bagaimana jika
kita terpisah nanti? Jika kau pergi ke kota lain? Jika aku yang pergi? Atau,
kau meninggal lebih dulu? Atau, kemudian aku dilamar seorang lelaki dan memilih
untuk menikah dengan orang tersebut?
Aku belum berani
membayangkannya…
Tahukah kamu, setelah
kita semakin dekat. Sebenarnya aku selalu ragu. Aku ragu pada perasaanku
sendiri. Sejak awal aku sudah mengagumimu. Tapi aku takut, kalau ada orang lain yang
lebih mengagumimu, lalu kau berpindah hati kepadanya. Aku takut kecewa.
Ini yang aku bilang
ragu. Sebetulnya… aku mengagumi, menyayangimu, atau… ada perasaan yang lebih
dari itu?
Tahukah kamu, beberapa
hari belakangan aku sering merenung. Mungkin betul, aku telah berusaha
memilikimu diam-diam. Kalau begitu, mungkin aku ini… munafik? Ah… bahasa itu terlalu kejam untukku.
Tapi, mungkin itu betul.
Tahukah kamu, setelah
aku berpikir dan berpikir lagi. Akhirnya aku sadar, sikapku adalah salah. Yang
aku pikirkan juga salah. Yang kubayangkan di masa depan juga salah. Jadi
kupikir… lebih baik kita tidak usah berkenalan dulu. Aku cukup jadi pengagummu
saja untuk saat ini. Biar aku setia oleh perasaanku sendiri. Setia untuk
sesuatu yang nyata memang begitu sulit, dan kadang mengundang sesuatu yang
menyakitkan.
Begitu kah, perasaan?
Jadi, aku memutuskan…
Tidak jadi menyapamu di
facebook.
Tidak me-mention
twitter-mu.
Menghapus nomor
ponselmu, dan memutuskan untuk tidak pernah mengirim pesan singkat apapun.
Begini saja hidupku
akan lebih 'aman'.
Tanpamu.
Aku mengulum senyum,
memutuskan koneksi internet, mematikan komputerku, dan segera tidur.
Hidup terlalu nyata,
aku mau bersamamu, dalam mimpi saja sekalipun.
Karena dalam mimpi, aku
bisa menggapai apa yang aku mau.
this short story is taken from my book "Jika Hujan Pernah Bertanya" by LeutikaPrio 2011
Sebelum baca novelnya, tonton dulu book trailernya :)
Ini adalah kali kedua saya membaca novel Mbak Morra Quatro setelah novel pertamanya FORGIVEN yang meninggalkan after taste setelah membacanya. Dan kali ini saya malah jauh lebih menyukai jalan cerita yang flow dan monolog-monolog si tokoh yang padat tapi tidak terasa berat.
Novelnya sendiri bercerita tentang sepasang kekasih LANGIT dan BIRU yang dalam perjalanan cintanya menemui hambatan dan pertentangan dari pihak keluarga masing-masing. Kesulitan bukanlah penghalang yang menghambat mereka untuk tetap percaya kalau cinta akan menjadi milik mereka. Pada akhirnya, ketika segala sesuatu tampak tidak mungkin, kita hanya perlu PERCAYA pada harapan dan keajaiban Tuhan.
Setiap penulis memiliki gaya menulisnya sendiri-sendiri. Ringan, puitis, menyentuh, menggunakan simbol-simbol dan metafora, atau apapun itu. Saya suka gaya menulis Mbak Morra dengan kalimat-kalimatnya yang berisi. Dan, mungkin ini terdengar klise, tapi ide untuk mendapatkan '40 AMIEN' dari orang-orang yang dilakukan oleh kedua tokoh utama, merupakan sesuatu yang cerdas dan tidak terpikirkan oleh saya sebelumnya. Cuma, ketika cerita menyentuh ending, saya berharap ada pertemuan lebih antara Langit dan Biru sebenarnya, atau more romantic part antara kedua tokoh tersebut. But, anyway, it's really a good novel.
Kau adalah tamu tak diundang. Datang tanpa pemberitahuan, memaksa masuk ke ruang hati setelah bertahun-tahun tanpa kabar. Aku merindukanmu, tulismu di e-mail terakhir. Bahkan setelah tahu aku bersamanya pun, masih saja kau lancang mengulangi hal yang sama.
Kau
tahu, aku tak bisa lolos dengan mudah dari jerat-jerat cerita kita yang
tak pernah benar-benar selesai. Kau bilang tak perlu ada yang
berubah—tapi kenapa aku merasa semakin jauh dengan dirinya, terseret
arus yang membawaku ke pelukanmu?
Kau harus pergi, begitu
inginku. Tapi suaraku terlalu gemetar dan terlalu takut untuk terdengar
tegas di hadapanmu. Bagaimana aku bisa sampai ada di situasi ini,
terperangkap perasaanku sendiri? Disudutkan dilema yang melibatkan kau
dan dirinya? Sebelum aku berhasil menemukan jawabannya, aku kemudian
tersadar....
Aku sudah tak setia.
Feel so exited.
Setelah diskusi dengan redaksi selama beberapa hari terakhir
untuk penentuan cover, judul, tag line dan yang lainnya. Maka, inilah keputusan
final dari novel saya.
Ini cover nya
Yep, looks so feminine. Tapi sesuai dengan isi cerita di dalamnya dan karakter si tokoh yang cenderung lembut. Dan, saya suka konsep berlian yang terlepas dari cincinnya, karena...... (nanti juga tahu setelah baca novelnya).
Thank you GagasMedia dan Pak designer yang sudah membuat design covernya :D
Awal tahun yang
bergairah, rasanya seperti itu. Menunggu terbitnya novel ini membuat
rasa penasaran saya mungkin sama dengan rasa penasaran teman-teman yang
beberapa kali bertanya lewat inbox dan wall FB, twitter, maupun status
comment di teaser-teaser novel yang sudah mulai saya munculkan dua
minggu belakangan. Tapi karena prosesnya baru hampir benar-benar selesai
dua hari belakangan, jadi baru sekarang saya bisa share soal novelnya.
Kurang lebih ini…
Novel kali ini genrenya roman dewasa. Dan akan diterbitkan oleh GagasMedia (yeah, penerbit yang sama yang menerbitkan buku penulis-penulis favorit saya: Winna Efendi dan Raditya Dika). Soal gaya menulis dan bahasa, nanti silahkan baca, dinilai dan dikoreksi ya. Yang pasti, saya tetap menyisipkan quote-quote dan bagian yang romantis dalam novelnya. Dan, novel ini cenderung sendu dan mellow.
Novelnya sendiri bercerita tentang pasangan bahagia yang tengah mempersiapkan pernikahan mereka. Sayangnya di tengah-tengah kebahagiaan tersebut, muncul seseorang dari masa lalu si lelaki. Sesuatu yang dulu tidak pernah selesai, dan sekarang datang kembali untuk menuntut penyelesaian. Ada pilihan yang harus dibuat, ada keputusan yang harus diambil. Lalu... kelanjutannya ada di dalam novel pastinya, hehehehe.
Ada kejutan dalam novel ini.
Ada sesuatu di dalam novelnya yang tidak seperti kebanyakan diceritakan dalam novel-novel lain.
Dan judulnya sudah final, yaitu…
BEFORE US – cinta di belakangmu
Cover dan sinopsis resminya mungkin akan dipublish di fanpage FB GagasMedia minggu-minggu ini. Jadi, mari kita nantikan saja.
Harapan buat saya kalau novel ini akan bisa diterima. Komentar, kritik dan masukan, tentu jadi sesuatu yang paling saya tunggu untuk bahan pembelajaran saya. Terima kasih untuk yang sudah membaca dua buku sebelumnya, dan akan membaca buku ini nantinya. Apa sudah semakin penasaran?
Novel kali ini genrenya roman dewasa. Dan akan diterbitkan oleh GagasMedia (yeah, penerbit yang sama yang menerbitkan buku penulis-penulis favorit saya: Winna Efendi dan Raditya Dika). Soal gaya menulis dan bahasa, nanti silahkan baca, dinilai dan dikoreksi ya. Yang pasti, saya tetap menyisipkan quote-quote dan bagian yang romantis dalam novelnya. Dan, novel ini cenderung sendu dan mellow.
Novelnya sendiri bercerita tentang pasangan bahagia yang tengah mempersiapkan pernikahan mereka. Sayangnya di tengah-tengah kebahagiaan tersebut, muncul seseorang dari masa lalu si lelaki. Sesuatu yang dulu tidak pernah selesai, dan sekarang datang kembali untuk menuntut penyelesaian. Ada pilihan yang harus dibuat, ada keputusan yang harus diambil. Lalu... kelanjutannya ada di dalam novel pastinya, hehehehe.
Ada kejutan dalam novel ini.
Ada sesuatu di dalam novelnya yang tidak seperti kebanyakan diceritakan dalam novel-novel lain.
Dan judulnya sudah final, yaitu…
BEFORE US – cinta di belakangmu
Cover dan sinopsis resminya mungkin akan dipublish di fanpage FB GagasMedia minggu-minggu ini. Jadi, mari kita nantikan saja.
Harapan buat saya kalau novel ini akan bisa diterima. Komentar, kritik dan masukan, tentu jadi sesuatu yang paling saya tunggu untuk bahan pembelajaran saya. Terima kasih untuk yang sudah membaca dua buku sebelumnya, dan akan membaca buku ini nantinya. Apa sudah semakin penasaran?
Cewek itu, kalo nyapa di BBM (Blackberry Messenger) heboh banget.
Pas gue jawab 'yup', dia malah sensi, 'kok jawabnya gitu doang'. Waduh?
Cewek itu, kalo di BBM, sependek apapun chat kita, pasti tetep dibales. Meskipun cuma pake smiley.
Bikin bingung, kalo gue bales pake smiley juga, dia bales lagi, gue bales smiley lagi, dia kasih smiley yang lain. Nggak pernah ada ujungnya. Kadang mikir, 'ini kita kenapa sih?'
Cewek itu, kalo kita nggak nyapa-nyapa di BBM. Pasti update status dan ganti foto terus. Biar sering muncul di recent update. #modus
Cewek itu, kalo BBM malem-malem dan belum dibales-bales, ujung-ujungnya ya nge-PING!!! Katanya, mastiin kita belum ketiduran.
Yeah, sebenernya gue udah tidur beneran, dan akhirnya kebangun beneran juga.
Cewek itu, kalo kita ganti foto BBM bareng keluarga - dibilang sok family man, kalo fotonya agak unyu dikit - dibilang ababil, kalo fotoya cool dikit - dibilang narsis, kalo foto bareng temen-temen - ditanya 'emang nggak punya foto yang lagi sendiri?'.
Akhirnya, gue mutusin ganti foto Garuda sama Merah Putih. Terus dia bilang, "kangen Irfan Bachdim sama Diego".
END CHAT!
Cewek itu, di BBM banyak jelasin gestur dia. Contoh: *senyum lebar *nyengir *menyimak serius *dengerin sambil topang dagu *nutup muka
Gue: kamu cocok jadi editor saya, karena saya sering bermasalah soal ekspresi tokoh dalam novel.
Cewek itu, kalo di BBM, demen banget pake bunga-bunga sama bintang-bintang, atau auto text super meriah.
Mata pegel bacanya.
Cewek itu, anything I write in my personal status, selalu dijadiin motivasi untuk memulai chat buat dia. #modus lagi
TAPI......
Cewek juga responsif banget soal apa yang terjadi sama kita. Dia peduli, bahkan suka khawatir sama keadaan kita.
Makasih loh, udah perhatian banget :)
Cewek juga bisa jadi temen curhat paling unggul dalam kondisi-kondisi tertentu. Terutama saat kita down. Dia nggak komentar banyak, nggak nyalahin atau belain, dia cuma dengerin dan dengerin. Yeah, kita sadar, kadang didengerin itu jauh lebih baik dari pada dikasih solusi. Kita cuma butuh itu, sometimes, untuk sekedar ngurangin beban.
Karena kebiasaan cewek tadi, kita juga mulai kepo. Sadar atau nggak, kadang kita buka recent update sendiri dan nyariin dia disana.
Ocehan-ocehan nggak penting di chat. Bisa jadi missing part yang kemudian berubah jadi miss her. #cowok harus jujur
Sikap cewek di BBM, kadang terasa manis. And we need to admit it, we like the way they make a chat with us.
Untuk satu dan dua hal, semestinya kita nggak perlu komplain dengan cara mereka, dan bukan kah itu mereka?
That's her.
Seperti kita punya cara dan sikap ala kita sendiri.
Jadi...
Semestinya, kita berterima kasih, untuk keberadaan dia selama ini.
Karena pengertian adalah satu-satunya cara untuk membuat seseorang tidak terlihat minus di hadapan kita.
Nggak pernah nuntut kamu untuk jadi apapun, terlebih sempurna.
Cuma perlu tahu, dan belajar untuk mengerti kamu.
Review: Novel "Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin" by Tere Liye
By Robin Wijaya - Januari 09, 2012
Ini pertama kalinya saya membaca novel Tere Liye - setelah banyak teman-teman yang mempromosikan buku-bukunya. Dan belinya pun nggak sengaja, waktu lagi nyari-nyari "2" nya Donny Dirgantoro. Dan setelah membaca halaman demi halaman, saya langsung suka dengan gaya menulis Tere Liye.
Cerita novelnya sendiri sederhana, tentang seorang anak perempuan bernama Tania, dan keluarganya yang ditolong oleh seorang pemuda dermawan bernama Danar. Sikap Danar yang baik dan hangat yang kemudian membuat Tania menaruh hati pada lelaki yang berpaut usia cukup jauh dengannya. Lalu, ya... baca sendiri aja deh novelnya.
Kalo boleh komen soal isi novelnya, mungkin masalah penokohan Danar sebagai lelaki yang kelihatan sangat melankolik dan lembut sekali. Hampir nggak ada konflik dan emosi yang berarti yang ditunjukkan Danar sepanjang novel. Jadi mikir, dalam kehidupan nyata, orang yang kayak gini ada nggak ya? But, saya juga selalu melihat novel dari cara penulis menyampaikan ceritanya. Untuk yang satu ini, saya cukup hanyut dengan permainan kata yang dibawakan Tere Liye. Bahasanya sederhana tapi menyentuh, ringan dan manis. Mungkin, akan baca novel Tere Liye yang lainnya setelah ini.
Cerita novelnya sendiri sederhana, tentang seorang anak perempuan bernama Tania, dan keluarganya yang ditolong oleh seorang pemuda dermawan bernama Danar. Sikap Danar yang baik dan hangat yang kemudian membuat Tania menaruh hati pada lelaki yang berpaut usia cukup jauh dengannya. Lalu, ya... baca sendiri aja deh novelnya.
Kalo boleh komen soal isi novelnya, mungkin masalah penokohan Danar sebagai lelaki yang kelihatan sangat melankolik dan lembut sekali. Hampir nggak ada konflik dan emosi yang berarti yang ditunjukkan Danar sepanjang novel. Jadi mikir, dalam kehidupan nyata, orang yang kayak gini ada nggak ya? But, saya juga selalu melihat novel dari cara penulis menyampaikan ceritanya. Untuk yang satu ini, saya cukup hanyut dengan permainan kata yang dibawakan Tere Liye. Bahasanya sederhana tapi menyentuh, ringan dan manis. Mungkin, akan baca novel Tere Liye yang lainnya setelah ini.
Hmmm... udah lama juga nggak me-review novel, dan yang satu
ini udah janji sama yang nulis kalo mau komen lengkap soal novelnya.
Kata Fitrop, merpati tak pernah ingkar janji Mbak Ria. Jadi, ini review-nya :D
Hidup manusia bisa berubah hanya karena sebuah pilihan. Dan untuk setiap keputusan yang telah kita buat, ada konsekuensi, resiko, dan tanggung jawab yang mau tidak mau harus kita terima. Begitulah yang terjadi pada hampir setiap tokoh dalam novel ini. Seperti Hazri yang harus memikul tanggung jawab besar atas pernikahan tanpa cintanya dengan seorang model bernama Aida. Icha yang juga menanggung beban perasaan dan hati atas pilihannya untuk mengasuh anak Aida. Serta masalah-masalah lainnya yang saling berhubungan satu sama lain.
Satu hal yang saya suka dalam novel ini adalah alur yang berjalan cepat. Penjelasan demi penjelasan juga diurai satu per-satu dari chapter ke chapter. Sehingga cerita tidak padat di satu bagian, dan melompong di bagian lainnya. Hanya saja, saya kok agak terganggu ya dengan nama-nama tokoh dalam novel ini? Karena setting novelnya yang mengambil kehidupan Jakarta - yang langsung nempel di otak saya kalo novel ini genre nya metropop, jadi saya berharap nama-nama penduduk urban akan muncul disini. Tapi ternyata, hampir semua tokohnya bernama lokal non-urban. Tapi, itu adalah hak penulis mau ngasih nama tokohnya apapun juga. Untuk cerita, saya sih enjoy enjoy aja. Mungkin, saya mau menunggu novelmu yang ber-setting Tanjung Pinang Mbak Ria :D
Hidup manusia bisa berubah hanya karena sebuah pilihan. Dan untuk setiap keputusan yang telah kita buat, ada konsekuensi, resiko, dan tanggung jawab yang mau tidak mau harus kita terima. Begitulah yang terjadi pada hampir setiap tokoh dalam novel ini. Seperti Hazri yang harus memikul tanggung jawab besar atas pernikahan tanpa cintanya dengan seorang model bernama Aida. Icha yang juga menanggung beban perasaan dan hati atas pilihannya untuk mengasuh anak Aida. Serta masalah-masalah lainnya yang saling berhubungan satu sama lain.
Satu hal yang saya suka dalam novel ini adalah alur yang berjalan cepat. Penjelasan demi penjelasan juga diurai satu per-satu dari chapter ke chapter. Sehingga cerita tidak padat di satu bagian, dan melompong di bagian lainnya. Hanya saja, saya kok agak terganggu ya dengan nama-nama tokoh dalam novel ini? Karena setting novelnya yang mengambil kehidupan Jakarta - yang langsung nempel di otak saya kalo novel ini genre nya metropop, jadi saya berharap nama-nama penduduk urban akan muncul disini. Tapi ternyata, hampir semua tokohnya bernama lokal non-urban. Tapi, itu adalah hak penulis mau ngasih nama tokohnya apapun juga. Untuk cerita, saya sih enjoy enjoy aja. Mungkin, saya mau menunggu novelmu yang ber-setting Tanjung Pinang Mbak Ria :D
Kita bebas beropini. Menyampaikan sesuatu yang menjadi pandangan kita. Tapi ada kalanya, opini sering kali jadi boomerang yang malah berbalik menyerang diri kita sendiri.
Untuk beberapa hal, isi kepala kita mungkin sama dengan sekelompok orang. Tapi untuk beberapa hal yang lainnya, mungkin saja berbeda sama sekali. Dan untuk perbedaan tersebut, kita seringkali menyertakan emosi.
Emosi yang kemudian membuat kita meyampur adukkan banyak hal dalam opini kita sendiri. Emosi juga yang menimbulkan kabut tebal dalam pikiran, hingga kita sulit berpikir jernih. Pada akhirnya, tidak ada konklusi, tidak ada kesepakatan untuk saling mengerti dan menghargai opini masing-masing.
Untuk satu dan dua hal, saya sering berkata, "ya sudahlah..."
Bukan. Bukan karena pasrah. Bukan karena menyerah.
Hanya saja, kadang kita tidak bisa memaksakan opini kita untuk diterima oleh orang lain meskipun opini tersebut kita anggap benar.
Setiap orang pada dasarnya punya pola pikir yang berbeda, punya cara menyimpulkan yang berbeda, punya cara memandang sebuah masalah dengan berbeda. Yup, we are special creature. Bahkan kembar identik pun masih memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Apalagi segudang manusia di dunia.
So, untuk satu dan dua hal saya harus bilang, "ya sudahlah..."
Tidak bisa memaksakan, tidak bisa juga menyalahkan. Mungkin, kita hanya perlu menempatkan diri kita dalam posisi mereka, melihat dengan cara mereka, berpikir dengan cara mereka. Dan pada akhirnya, kalo kita berpikir itu benar, bisa jadi itu salah. Kalau kita berpikir itu salah, bisa jadi menurut mereka itu benar.
Jadi.
Ya sudahlah...
Untuk beberapa hal, isi kepala kita mungkin sama dengan sekelompok orang. Tapi untuk beberapa hal yang lainnya, mungkin saja berbeda sama sekali. Dan untuk perbedaan tersebut, kita seringkali menyertakan emosi.
Emosi yang kemudian membuat kita meyampur adukkan banyak hal dalam opini kita sendiri. Emosi juga yang menimbulkan kabut tebal dalam pikiran, hingga kita sulit berpikir jernih. Pada akhirnya, tidak ada konklusi, tidak ada kesepakatan untuk saling mengerti dan menghargai opini masing-masing.
Untuk satu dan dua hal, saya sering berkata, "ya sudahlah..."
Bukan. Bukan karena pasrah. Bukan karena menyerah.
Hanya saja, kadang kita tidak bisa memaksakan opini kita untuk diterima oleh orang lain meskipun opini tersebut kita anggap benar.
Setiap orang pada dasarnya punya pola pikir yang berbeda, punya cara menyimpulkan yang berbeda, punya cara memandang sebuah masalah dengan berbeda. Yup, we are special creature. Bahkan kembar identik pun masih memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Apalagi segudang manusia di dunia.
So, untuk satu dan dua hal saya harus bilang, "ya sudahlah..."
Tidak bisa memaksakan, tidak bisa juga menyalahkan. Mungkin, kita hanya perlu menempatkan diri kita dalam posisi mereka, melihat dengan cara mereka, berpikir dengan cara mereka. Dan pada akhirnya, kalo kita berpikir itu benar, bisa jadi itu salah. Kalau kita berpikir itu salah, bisa jadi menurut mereka itu benar.
Jadi.
Ya sudahlah...
Ini akan terjadi sebagai mana mestinya.
Kau berjanji, dan aku percaya.
Segalanya terlihat sempurna. Caramu meyakinkanku, caramu berjanji.
Hingga aku bertanya, "ada kah alasan untuk berpaling?"
Dan kau tak pernah menjawabnya dengan kata.
Kau melakukan sesuatu yang membuatku percaya.
Kau setia, kau kembali, selalu.
Tapi benar kah cinta bertahan?
Jika angin saja bisa merobohkan pohon yang kokoh.
Terlebih hati, yang tak pernah bisa memilih siapa yang datang dan pergi.
Kemudian..., percaya bukan lagi sebuah kata yang muncul di antara kita.
Siapa mau berbagi. Untuk dia yang kau bilang sekedar mampir.
Karena cinta berarti satu dan selamanya.
Karena cinta yang sejati, tidak pernah dihuni tiga orang di dalamnya.
Aku tak pernah mau.
Aku tak pernah sanggup.
Seharusnya kau membuatku tetap percaya.
Bukan dengan caramu bermain hati seperti ini.
Jika aku bertanya:
Pernah kah kau membayangkan jadi aku dan harus kehilangan selamanya?
Apa jawabanmu?