TEMU

By Robin Wijaya - November 30, 2012



Tak terpikirkan sekali pun untuk mendengar suara kakimu datang di sore itu.
Ketika langkahmu sampai, dan aku menatap ujung sepatumu di atas lantai batu.
Kuangkat kepala. Kutemukan wajahmu.
Senyummu, tawamu, caramu menyapa. Masih sama.
Aku rindu segala tentangmu.

Tawamu sore itu telah menjadi cerita paling kudamba.
Kutatap berkali-kali. Berharap, setiap detik akan melekatkan semua gambar dalam kepalaku.
Hingga aku tak perlu lagi mencari bayanganmu dalam memori.

Kau duduk...
Meletakkan cangkir keramik yang beradu pada meja kayu.
Uap panas dalam teh mu seolah mengatakan, rindu telah menguap pergi.
Aku menggenggam kedua tanganmu.
Kukatakan, tinggalah di sini.

Kita bicara dan tertawa.
Ada bayanganku terpantul di kedua matamu.
Seandainya kutemukan satu yang lainnya. Cinta, yang kutunggu sekian lama.
Yang mengendap bersama di sana.
Mau kah kau menunjukkannya juga?

Berbagi waktu yang sempit bersama kehadiranmu sore itu.
Kita menyesap teh dari bibir gelas yang sama.
Menyisakan tetesan yang telah tandas.
Akan pergi kah kau setelah ini?

Suaramu masih serupa langit sore yang membuatku rindu akan rumah.
Tapi masalahnya, apakah kau juga akan pulang ke tempat yang sama?
Setiap pertemuan membawa rasa gembira dan takut sekaligus.
Aku takut, kau akan pergi setelahnya.

Boleh aku berdoa?
Meminta Tuhan membawaku pada waktu sebelum kehadiranmu.
Mencegah langkahmu sampai bersama rindu yang terlalu.
Aku tak mau kau datang lalu pergi.
Rindu setelah bertemu, selalu menyakitkan.
Karena mungkin kau tak akan pernah kembali lagi setelah itu.

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar